Sudah
menjadi ketentuan Allah SWT bahwa Dia menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan
bahasa untuk saling mengenal dan belajar antara satu dengan yang lain. Namun saat ini banyak dari kita yang sudah
mulai lupa dengan sunnatullah tersebut sehingga ada sebagian dari kita lebih
cinta terhadap negara atau bangsa lain daripada negara atau bangsa sendiri yang
berujung pada rasa ketidakpercayaan diri.
Di
zaman yang modern ini, seorang pendidik harus mampu menanamkan jiwa akan
kecintaan para siswa terhadap tanah air sebagai modal dasar untuk menjadikan
indonesia yang lebih baik.
Oleh
karena itu, kita sebagai bangsa indonesia yang memiliki kemajemukan suku,
budaya, adat dan bahasa seharusnya bangga dengan tanah air ini.
QS Ali
Imran : 103
واَعْتصِمُواْ
بِحَبْلِ الله جَمِيْعًا وَلاَ تَفَـرَّقوُا وَاذْ كـُرُو نِعْمَتَ الله
عَلَيْكُمْ إٍذْكُنْتُمْ أَعْـدَاءً
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلـُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنْتُمْ عَلىَ شَفاَ
خُـفْرَةٍ مِنَ النَّاِر فَأَنْقـَدَكُمْ
مِنْهَا كَذَالِكَ يُبَبِّنُ اللهُ لَكُمْ اَيَاتِهِ لَعَلـَّكُمْ تَهْـتَدُونَ
Terjemahan
:
Artinya
: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah,
dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia
(Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu
maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api
neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan
ayat ayatnya agar kamu mendapat
petunjuk”
Penjelasan Ayat :
Dalam beberapa pendapat, maksud dari kata hablillah adalah janji Allah, sedangkan
menurut pendapat lainnya bermaksud Al-Qur’an. Dengan demikian maksud dari ayat
ini adalah tetaplah berpegang pada janji Allah yang pasti akan terjadi dan
terangkum didalam kitabNya. Sesama ummat muslim sudah seharusnya menjaga
persatuan dan mencegah perbedaan yang akan membuat terpecah belah.
Dengan mengimani ayat ini, sudah seharusnya
kita menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta jangan mudah terpecah belah
oleh upaya-upaya asing yang ingin menghancurkan negeri kita.
QS Ali Imran : 159
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ
Terjemahan :
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Penjelasan Ayat :
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa sikap
lemah lembut yang dimiliki oleh seseorang merupakan rahmat Allah SWT, sedangkan
sifat keras yang dimaksud disini adalah keras dalam berbicara. Nabi Muhammad
SAW merupakan orang yang terkenal akan kelmahlembutannya dan tidak keras bahkan
sebelum beliau dikenal menjadi nabi.
Oleh karena itu, kita sebagai ummat muslim
harus mencontoh sifat lemah lembutnya Rasulullah SAW agar orang pun menghargai
kita. Kelemah lembutan akan memberikan psikologis yang damai, sedangkan ucapan
yang kasar akan membuat orang takut kepada kita.
Ketiga ayat diatas merupakan pedoman
bagi kita selaku ummat muslim untuk menjaga persatuan dan kesatuan dengan
menciptakan keadaan yang harmonis, berperilaku lemah lembut terhadap sesama,
sehingga dengan hal tersebut maka akan menumbuhkan rasa nasionalisme
Dalam Kajian Sejarah
Rasulullah SAW sendiri pernah
mengekspresikan kecintaanya kepada Mekkah sebagai tempat kelahirannya. Hal ini
bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas ra yang diriwayatkan dari Ibnu
Hibban berikut yang artinya: “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan
negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau,
niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban). Di samping
Mekkah, Madinah adalah juga merupakan tanah air Rasulullah SAW. Di situlah
beliau menetap serta mengembangkan dakwah Islamnya setelah terusir dari Mekkah.
Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dengan baik membentuk komunitas Madinah
dengan ditandai lahirnya watsiqah madinah atau yang biasa disebut oleh kita
dengan nama Piagam Madinah.
Kecintaan Rasulullah SAW
terhadap Madinah juga tak terelakkan. Karenanya, ketika pulang dari bepergian,
Beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendarannya dengan cepat. Hal
ini dilakukan karena kecintaannya kepada Madinah.Artinya: “Dari Anas RA bahwa
Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah,
maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti
bagal atau kuda, pen) maka beliau menggerak-gerakannya karena kecintaanya
kepada Madinah,” (HR Bukhari).
Apa yang dilakukan Rasulullah
SAW ketika kembali dari bepergian, yaitu memandangi dinding Madinah dan memacu
kendaraannya agar cepat sampai di Madinah sebagaimana dituturkan dalam riwayat
Anas RA di atas, menurut keterangan dalam kitab Fathul Bari Syarhu Shahihil
Bukhari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani menunjukkan atas keutamaan Madinah
disyariatkannya cinta tanah air. Artinya: “Hadis tersebut menunjukan keutamaan
Madinah dan disyariatkannya mencitai tanah air serta merindukannya” (Lihat,
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul
Ma’rifah, 1379 H, juz III, halaman 621).
Dalam Kajian Budaya
Ibnu
Khaldun di dalam bukunya yang berjudul Muqaddimah mengatakan bahwa salah satu
factor penyebab runtuhnya nasionalisme adalah karena fanatisme seseorang
terhadap kelompok, suku atau golongan. Suatu suku mungkin akan dapat membentuk
dan memelihara suatu negara bahkan mampu menghancurkannya karena suku tersebut
memiliki sejumlah karakteristik social-politik dan budaya tertentu atau yang
lebih dikenal dengan ashabiyah.
Fanatisme
suku atau golongan tertentu sangat terasa pada bangsa arab ketika dahulu karena
mereka menganggap dengan fanatisme, mereka akan dapat meraih tujuannya yaitu
kekuasaan dan sudah menjadi tradisi bagi setiap suku di bangsa arab untuk tidak
patuh kepada suku lain sehingga akan sulit tercipta persatuan dan kesatuan.
Generasi
muda kita saat ini sangat rentan dengan pengaruh budaya asing yang masuk baik
itu berupa pemikiran, gaya hidup dan lainnya, sehingga akan memudarkan rasa
nasionalisme mereka. Padahal bangsa Indonesia memiliki budaya yang terhitung
jumlahnya sehingga dengan pelestarian budaya tersebut maka tidak sadar akan
memupuk dan menumbuhkan rasa nasionalisme kita.
0 Komentar